Fellowequality

FellowEquality.com

Jumat, 22 Februari 2013

SENI TRADISIONAL TARAWANGSA (JENTRENG)


Narasumber : Anang Gunawan (Ketua Komunitas adat terpencil)


MITOS TARAWANGSA  (JENTRENG)
Daerah Rancakalong merupakan daerah yang jauh dari kota Kabupaten, kira-kira 15 kilometer, namun karena keunikan seni tarawangsa/jentreng inilah menjadikan Rancakalong buah bibir yang sangat menggugah para ilmuan serta seniman-seniman baik masyarakat lokal (Indonesia) maupun pengamat luar negeri. Keunikan budaya ini antara lain adalah kegiatan Ngalaksa, Mubur Suro, Mapag Ibu dan sebagainya.
Dalam hal ini ketua adat sebagai narasumber memaparkan secara singkat asal usul terjadinya budaya tarawangsa yang setiap tanggal 9-10 muharram senantiasa diperingati.
Daerah Rancakalong semasa pemerintahan Kerajaan Mataram kira-kira abad 15 atau 16 pernah tertimpa malapetaka kehilangan bibit padi atau Dewi sri. Karena pada waktu itu banyak yang gagal panen dan anehnya padi yang berhasil tumbuh akan tetapi tidak berisi (hapa), kejadian ini menurut para tokoh terdahulu bahwa masyarakat tani sudah melupakan tata tertib memuliakan padi (Dewi Sri). Masyarakat gelisah dan panik menghadapi masalah ini. Namun karna inisiatif para pemuka masyarakat seperti Embah Wisanagara, Embah Jatikusuma, Embah Raksagama, Embah Wirasuta melihat kondisi masyarakat yang banyak mengalami kelaparan serta banyak korban berjatuhan karena kelaparan, kemudian mereka mulai bermusyawarah untuk menemukan pemecahan masalah. Munculah sebuah ide untuk menentukan keberangkatan mencari bibit padi. Dikarnakan mereka mendengar bahwa Kerajaan Mataram memiliki bibit padi yang banyak, kemudian mereka mulai berangkat disertai utusan dari Sumedang yaitu Nyi Sumedang entah berapa lamanya mereka menempuh perjalanan yang sangat jauh itu.
Sampai di sana mereka mendapatkan kendala yang sangat sulit dipecahkan, sebab bibit padi dijaga sangat ketat oleh Kerajaan Mataramdan tidak diperkenankan bibit itu keluar dari lingkup Kerajaan. Namun, dengan telaten Embah Embah Jatikusuma membuat alat seni yang dinamakan Tarawangsa. Kemudian mereka berlima mulai mementaskan kelihaiannya kesetiap warga di Kerajaan Mataram. Sebuah pertanyaan terlimpah dari masyarakat “seni yang dimainkan itu namanya apa?” dijawablah oleh salah satu dari kelima orang tersebut bahwa sini ini semata-mata untuk memuliakan Dewi Sri (padi), lama-kelamaan terdengar oleh Raja Mataram kemudian mereka berlima diperintahkan untuk mementaskannya sebagai imbalan mereka diberikan semua kebutuhan termasuk di dalamya bibit padi.
Keterampilan membuahkan keuntungan mereka dapat memasukan bibit padi ke dalam lubang kecapi dan tarawangsa. Pertunjukan pun selesai, akhirnya mereka meminta ijin untuk pulang, karena mereka membuat Raja terhibur, petugas kerajaan pun diutus beliau untuk mengantarkan mereka. Mereka berlima pulang tanpa hambatan apapun melintasi daerah Demak, Kudus, Solo, Cirebon. Namun sayangnya ketika mereka melewati Solo Nyai Sumedang meninggal. Hingga saat ini makam beliau ada di Solo. Selanjutnya keempat orang tersebut melanjutkan perjalanan sampai Rancakalong. Masyarakat pun menyambut hangat mereka berempat dengan meriah atas keberhasilan itulah diperingatilah seni tarawangsa seperti kegiatan Ngalaksa, Mubur Suro, Mapag Ibu dan sebagainya semata-mata untuk penghormatan terhadap Dewi Sri (padi).

ISTILAH-ISTILAH SENI TARAWANGSA
Upacara Adat
1.     Ngalungsurkeun
2.    Netes
3.    Nema Paibuan
4.    Hiburan Ibu-ibu dan Hiburan laki-laki
5.    Pohaci (Icikibung)
6.    Nginep
7.    Tutu/doa
Pelaksanaan Upacara
1.     Penabuh dua orang yaitu kecapi dan tarawangsa
Pelaku: Satu orang orang laki-laki (saehu) satu orang perempuan (saehu) dan empat orang pembantu wanita.
Diawali oleh ke 5 yang menjadi sejarah pembawa padi diantaranya
Wisa nagara                    : Juru bahasa
Jati Kusuma                               : Membuat jentreng
Raksa gama dan Wirasuta : Pemain tarawangsa
Nyai Sumedang                : Penari, dalam menari disunahi berjabatan tangan dengan tujuan silahturahmi lambing saling menghormati.
Alat musik
Tarawangsa artinya laras salendro
Kacapi artinya menunjukan 7 senar
Rebab artinya menandakan Wali Songo


2.    Lagu-lagu
Saur, Pamapag, Pangampungan, Pangameut, Limbangan, Angin-angin, Jemplang, Sirnagalih, Keupat Eundang, Pangairan, Koromong, Dengdo, Reundeu, Bangun, Mataraman, Degung.
3.    Kelengkapan
ü  Totopong Hideung
ü  Takwa Hideung
ü  Samping Perangantakusumah (kebat) artinya maksud dan tujuan harus tercapai
ü  Keris Pustaka artinya symbol laki-laki yang menunjukan mistik dan kepercayaan.
ü  Empat selendang putih, merah, hijau, dan kuning artinya kerembong
ü  Renda
ü  Sisir artinya rapih
ü  Kaca
ü  Gelang artinya hati yang bulat
ü  Dua mata Uang logam diantaranya geulis (pare), kasep (artos)
ü  Pitung (di dalamnya padi) artinya apabila patung perempuan itu adalah Dewi Sri, sedangkan laki-laki adalah uang. Lambang itu symbol bahwa taraf hidup masyarakat dulu dan sekarang.
ü  Tungku artinya keselamatan
ü  Sasajen. Di antaranya:
·         Dua bakakak (bakar ayam) artinya hati yang bebas tidak tertutup
·         Panggar bakar ikan mas artinya kesemangatan
·         Puncak manik (dijauhkan dari hati yang hitam)
·         Nasi liwet
·         Kendi + air + hihid  artinya untuk menenangkan diri
·         Hanjuang artinya subur pertaniannya
·         Satu pinggiran beras putih dan telur ayam mentah
·         Satu nyiru makanan, seperti :
Bubur bereum bodas (bendera alam siang dan malam), kupat (menyatu/bersatu satu ikatan),dupi (bintang penerang), tangtang angina, opak, wajit, angling, lontong, bugis (manis dalam persatuan), congcot (satu wadah akan damai bersih),  buahbuahan rupa-rupa (keanekaragaman tapi tetap satu), rurujakan (rujak cau, kalapa, asam, cuing, cikopi, hanjuang, hihid, satu baki rupa-rupa kembang, minyak kalapa, menyan, satu pinggan air dan satu pinggan besar pakai tektek untuk tetes dan pohaci), pasir biru,  Semuanya disimpan di atas kain putih.

WAWARANGSA (PANTRANGAN-PANTRANGAN)
Bagi perempuan yang datang bulan (haid) tidak boleh menari, karena ngibing merupakan perbuatan yang suci.

SEKILAS PENGETAHUAN
ADAT TRADISIONAL NGALAKSA
Kegiatan adat tradisional ngalaksa merupakan sebuah budaya yang tidak ada di darah lain.
Cara kegiatan ngalaksa berupa makanan yang bahannya dari tepung beras, melalui beberapa tahap, tahap pertama pemberitahuan (berawa), tahap kedua pengumpulan bahan berupa padi, tahap ketiga pembagian bahan seperti :bahan laksa, untuk makan, untuk belanja dan cadangan. Tahap keempat penumbukan secara kasar, tahap kelima mencuci beras, tahap keenam menyimpan beras hasil dicuci dipejemuhan selama tiga hari tiga malam, bila telah jadi baru tumbuk lagi dijadikan tepung, selanjutnya diolah menjadi laksa. Setelah menjadi laksa dibagikan oleh rurukan kesemua yang hadir dan yang ikut andil bahan kemudian diadakan penutupan.
Buku Taunan
Buku taunan yang dikenal di masyarakat Rancakalong adalah melaksanakan upacara rasa syukur kepada Alloh dan mementaskan seni Tarawangsa/Jentreng penghormatan Dewi Sri selesai panen. Hal ini menggambarkan kegembiraan masyarakat petani (Rumpak Jarami Ampih Pare).
Mapag Ibu
Istilah mapag Ibu adalah menjemput padi bila telah selesai pemeliharaan, penjemuran untuk disimpan kedalam gudang (leiut), acara dalam penjemputan dengan masyarakat yang diundang, Rengkok dan Dogdog, Beluk, Sampiran, Umbul-umbul dan sebagainya. Di rumah disediakan rombongan seni Tarawangsa (Jentreng).

SIMBOL-SIMBOL YANG DIKEMUKAKAN OLEH WARGA SEKITAR
Narasumber : Tarsa 59 tahun
Menurut beliau menuturkan :
Bubur bereum artinya getih dan amarah
Bubur bodas artinya getih mutainah
Ngalaksa diantaranya beras kemudian jadi tepung lalu dibuat laksa
Hanjuang artinya rumangiang (jangan monoton atau harus kreatif)
Padi artinya makanan untuk keselamatan (Qudratulloh) alamdunia
Kupat artinya kelamin laki-laki
Lepet artinya kelamin perempuan
Rujak cau artinya ibu yang mengandung
Rujak kelapa artinya bapak yang ngayuga
Rujak asam artinya Ka nya Sri Dang dayang trisnawati
Kapangradinan tarawangsa artinya dipersembahkan ke Syekh Abdul Qodir Jaelani

Narasumber : Yayat 45 tahun
Pertanyaan : Apakah bapak mengenal seni Tarawangsa ini apa?
                   Dapatkah bapak paparkan seni tarawangsa itu seperti apa?
Jawab:
Menurut saya, lebih ke unsur magis yang memang ada atau terasa. Tapi menurut saya kembali ke orang tersebut. Disini saya sering berpikir bahwa antara budaya dan agama jelas berbeda-beda. Namun, yang membedakan adalah kelogisan berfikir manusia atau masyarakat Dusun Cijere, Rancakalong. Bersamaan dengan sasakala 17 Rancakalong bersamaan dengan Tarawangsa. Rurukan di sini dikenal dengan sebutan turun-temuru. Jadidi Ranckalong ini terdapat dua perayaan seni Tarawangsa yaitu Komunitas adat terpencil dan rurukan (turun-temurun).

Narabumber : Ningsih 50 tahun  dan Rukmaningsih 46 tahun
Pertanyaan:
Apakah Ibu-ibu ini dapat memaparkan terkait pengetahuan tentang Bubur Suro?
Jawab:
Saya mengenal karena kebetulan saya tingggal di sini sudah lama. Ade-ade bisa lihat di sana terdapat katel-katel yang disediakan untuk bubur suro, itu jumlahnya 7 katel cikal sampai bungsu. Setahu ibu kenapa hanya 7 katel dengan bahan 1000 rupa  hasil bumi, dikarnakan sasakala lutung kasarung. Bahan-bahan untuk bubur suro ini harus 1000 rupa dari hasil bumi tidak boleh beli di pasaran.
Persiapan acara ini 4 hari untuk mesel kemudian ke guah kan.
Mantra-mantra kebetulan kami tidak tahu, dikarnakan yang mengetahui mantra-mantra acara ini adalah hanya Pak Ustad, dan ketua adat saja.
Dalam Bubur Suro terdapat ketentuan-ketentuan seperti, meski menggunakan gebog pisang sebagai tungku (nyimas pohaci bungkuk nyiimas). Cara menebangnya juga tidak sembarangan harus oleh orang yang bisa, seperti Pak Ustad atau ketua adat karena harus dibacakan mantra-mantra.
Ketentuan lain adalah penjaga goah meski orang yang dipercaya disebut Canoli yang lihai membuat rujak-rujakan dan menata bahan-bahan bubur suro ketika upacara adat akan dimulai.
Masyarakat setempat yang ikut andil dalam acara ini, meski memberikan sumbangan seperti : 2 liter beras, uang Rp.10.000,-, gula pasir 2 kg, kayu bakar seikat (bakul), dan kelapa 2. Itu untuk perorang.

Ketika upacara bubur suro ini dilaksanakan ada pantrangan-pantrangan yang harus di taati, yaitu: kata daun tidak boleh diucapakan, terdapat istilah lain yaitu sinjang. Semat yang digunakan untuk menusuk sinjang harus diucapkan dengan istilah biting. Hawu tang dikenal oleh kita harus diucapkan tungku atau nyimas pohaci bungkuk nyiimas
MANTRA-MANTRA
Nara Sumber: Suminta 63 tahun
Mantra Nitipkeun
A’udzubillahiminassyaitonnirrojiim, bismillahirrohmannirrohiim
Kaula nitipkeun pepelakan tatanduran awaking bagusna, langgeng kabumi ka langit, kanu nyiptakeun dewi sri, agengna kakanjeng Nabi Sulaeman As, kanu ngatik kanu nyai hurip ku penting waras ku berang, laaillahaillallohu Muhammaddarosululloh Saw.
Mantra Ngawen
Bismillahirrohmannirrohiim. Pohaci Nagiri aran pupuhan, pohaci raraga aran pojok cubu pohaci indar maya pohaci selang sasih mangkanari pohaci aran pojok kaler, kumpul aci sari kawasa gai rehna dina dinten enjing bade dipapag anu sareng pama. laaillahaillallohu Muhammaddarosululloh Saw. Narunan dibuat
Asyhaduallaaillaahaillollohu Waasyhaduanna muhammadarrasululloh,
Bismillahirrohmannirroohiim. Curmancur cahaya terusing rasa ieu ngahaturkeun sangu putih sakuleupan ka nyimas utun ini ratmai ratmanah si abdi sang sadayati takkan sangsadarasa malaikat sang kemesola panghaturkeun pangabaktos kakanjeung Gusti yang agung sangke-sangkena sangkliti putih sang karacakan jati tunggal.
Mantra Nyepeng Padi
Pada maya lengang, pohaci maya herang, pada maya garing ulah geger ulah rewasdongkap anu ngala cunuk anu mupuhun nya maneh sarana tunggal.
Syahadat Sri
Ashadu inni syahadat ari pertanda ingdillatulloh gedong cahaya ku ing dzatulloh gumilang tanpa kadaton.
Mantra Doa Sri
Allohumma sri ayana nu asih sabanyu milik nu megang purba herang buah kholdi ka ci Alloh sundana pamegang sri sunnahna salamet umat Muhammad pare beureum pare hideung pare putih anu ngajadikeun cahaya ning manusia rep ngarasa gumilang cahya ning alloh. laaillahaillallohu Muhammaddarosululloh Saw.
Mantra Ijab Qobul
Bismillahirrohmannirroohiim. Assalammualaikum Wr.Wb. Asyhaduallaaillaahaillollohu Waasyhaduanna muhammadarrasululloh,
Abdi Amit kanu kagungan imah ieu, nu kacurung kuwangunan, katincak ku tatapakan, ka sang ratu waruga bumi, ka sang ratu waruga jaga, ka sang ratu waruga eleder buder. Dewata maring mangsa, maring dewata. Teu wana teu wani teu wawuh bisi kakoer, katoker,kagandengan, katektekan.
Mantra Ngibing/menari
Kawetan ka rama anu kawasa, ka kulon ka ibu anu pasti, ka kidul ka aki nu sakti, ka kaler ka nini nu sakti

(Pengambilan data oleh mahasiswa UNINUS 24-11-2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar